Kamis, 10 Juni 2010

VEKTOR PENYAKIT

A. Penyakit yang Berhubungan dengan Air
Penyakit yang berhubungan dengan air dikelompokkan menjadi 4 antara lain
1. Wate-Borne Disease (infeksi yang menyebar melalui air yang tercemar
mikoorganisme pathogen, sebagai contoh : Diare, Demam typoid pada
terutama Balita)
2. Water-Washed Disease (Penyakit karena minimnya Hygiene dan Sanitasi,
sebagai contoh : Ascariasis, Ankylostomiasis)
3. Water-Based Disease (Penyakit yang ditularkan melalui invertebrata air,
sebagai contoh : Schistosomiasis)
4. Water Related Vector-Borne Disease ( Penyakit yang ditularkan oleh insekta
yang perkembangbiakannya tergantung air, sebagai contoh : Malaria,
Onchocercariasis, demam Dengue).
Beberapa Alasan Masih tingginya prevalensi Water Related Disease :
1. Tidak cukupnya sanitasi (pembuangan sampah) dan penyediaan air bersih.
Jumlah air bersih tidak memadai maka personal hygiene juga kurang. Instalasi
sanitasi dan pembuangan sampah akan membaik jika tingkat perekonomian
meningkat termasuk system irigasi yang baik.
2. Rumah yang masih belum memenuhi syarat perumahan sehat dan minimnya
hygiene.
Perbaikan rumah dan kondisi hygiene dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan
pelatihan serta perubahan tingkat ekonomi. Misalnya pembangunan jamban,
termasuk penggunaan dan pemeliharaan.. Untuk menurunkan kontak agenmanusia
(misalnya Schistosomiasis), maka perlu perbaikan saluran air dan
tandon.. Pembangunan perumahan yang jauh dari tempat perindukan vector,
termasuk pemasangan kasa pada ventilasi.
3. Minimnya perawatan Kesehatan
Hal ini berkaitan dengan masalah ekonomi, manajemen dan teknik.
4. Manajemen Sumber Daya Air
Water based dan Water related disease penularannya dapat dicegah atau
diturunkan melalui teknik kesehatan lingkungan, modifikasi dan manipulasi
lingkungan. Teknik pengelolaan air (manajemen lingkungan penting), misalnya
system drainase, saluran air, pengerasan tepi saluran air, peninggian tanah dan
penimbunan, pengendalian kebocoran, perpipaan, disiplin dalam penggunaan air.
Promosi dan peningkatan ekonomi, karena tidak ada cara tunggal dalam
mengendalikan vector maka perlu pengendalian terintegrasi sehingga hsilnya dapat
permanen.
Sutopo Patria Jati 2
B. Pengendalain Terintegrasi
Merupakan perencanaan manajemen lingkungan, ditambah pengendalian
secara kimia maupun biologis. Tujuan Manajemen Lingkungan dalam pengendalain
vector adalah menurunkan kepadatan populasi sampai spesies target di bawah tingkat
penyebaran. Vektor akan menyebar dan jumlahnya meningkat jika tempat perindukan
mempunyai kondisi fisik, kimia, biologi yang sesuai. Dalam manajemen lingkungan
harus mengetahu ekologi vector, perkembangan populasi atau epidemiologi vector.
C. Air yang berhubungan Dengan Penyakit Karena Vektor
1. Water Based Disease
Infeksi oleh parasit oleh air atau tempat yang agak basah sebagai media hidup
host intermediate misalnya keong. Sebagai contoh Schistosomiasis, ada dua jenis
penyakit yang pertama menyeranga saluran usus dan yang kedua menyerang system
saluran kencing.
Agen adalah trematoda yang dewasa hidup di vena pada host, sebagain siklus
hidup adalah keong. Ynag menyerang usus adalah S mansoni, S japonicum, S
intercalatum. Penyebaran Afrika, Karibia, Amerika Selatan bagian barat dan timur.
Keong yang bertindak sebagai host intermediet adalah dari genus Biomphalaria untuk
S. mansoni dan genus Aoncomelania untuk S japonicum. S haemotobium terdapat
pada vena sekitar saluran kencing yang banyak terdapat di Afrika dan Timur Tengah
dengan host intermediet keong Bulinus. Semua genus keong tersebut berada di air
bersih, Onchomelania (sumpil) berada di air maupun agak basah.
Siklus Hidup
Manusia yang terinfeksi, telur yang mengandung larva keluar bersama tinja
maupun urin ke air, karena tekanan ostmotik air maka telur pecah dan larva
miracidium keluar dari telur. Kemudian larva miracidium masuk ke dalam keong (6-
24 jam). Dalam keoang membentuk sporocyt dalam waktu 4-8 minggu menjadi
cercaria dalam sporocyt keluar dari keoang dan berenang bebas dalam air selanjutnya
mencari host vertebrata (dalam waktu 24-48 jam) atau jika tidak akan mati.
S haemotobium dan S mansoni terdapat hanya pada manusia tetapi S
japonicum juga hidup dalam hewan domestik (kerbau, anjing, kucing, babi dan tikus)
kemudian masuk vena peripherial menjadi cercaria dan dewasa, setelah kawin antara
jantan dan betina hidup bersama (betina masuk ke dalam tubuh jantan).
Untuk memutus siklus hidupnya, kontak manusia dengan air dikurangi, tidak
ada feces atau urin penderita yang masuk ke dalam air, jumlah keong dikurangi,
pengobatan pada penderita.
Bionomik Keong Sebagai Host Intermediet
1. Faktor Fisik
Suhu 18-32 o C, yang dapat hidup baik pada suhu 26 o C. Tidak menyukai hidup di
air dengan kecepatan arus 0,7 meter/detik maupun aliran turbulen/bergelombang,
jarang ditemukan pada kedalaman lebih dari 1,5 meter. Sebagian spesies tahan
terhadap badan air yang dikeringkan, keong lain dapat bertahan dimana air hanya
ada selama 3 bulan per tahun. Onchomelania dapat hidup semi basah, keong ini
mudah beradaptasi pada system irigasi, sawah, khususnya saluran air dan kolam.
Sutopo Patria Jati 3
2. Faktor Biologis
Musuh alami sangat jarang, biasanya menempel pada tanaman yang rapat,
tanaman melindungi dari sinar matahari langsung dan arus air. Termasuk
Omnivora, suka makan material yang berada di akar tanaman. Rumput
memainkan peranan penting dalam proses penempelan telur keong ini.
3. Faktor Kimia
Keong tahan terhadap klorida, mineral dan garam, hidup pada pH 5-10. Air yang
mengandung barium, Nikel dan Zink dapat membunuhnya.
4. Faktor Air Terpolusi
Air dengan tercemar oleh feces atau material organic sangat disukai untuk
perkembangbiakan keong.
2. Water-Related Vector Borne Disease
Penularan oleh insekta pada tahap imatur dalam air
a. Mosquito-Borne Disease
Nyamuk merupakan binatang kosmopolitan, spesies lebih dari 300. Terdapat tiga
subfamily : Anopheline, Culicine dan Toxorhynchitinae (tidak masuk vector).
Nyamuk betina yang menghisap darah untuk perkembangan telurnya. Hanya
Vektor untuk penyakit malaria, Vektor Filariasis Brugia malayi dan vector
penyakit Japanesse echepalitis yang hidup pada saluran irigasi. Vector untuk
demam kuning dan DBD menyukai air yang berada ditempat lingkungan buatan
manusia di sekitar rumah, secara tidak langsung berkaitang dengan irigasi.
a.1. Malaria
Tingkat morbiditas dan mortalitas masih tinggi di daerah tropis dan
subtropics menyerang golongan umur muda, Biasanya infeksi berulang,
sosek rendah.
a.2. Filariasis
Disebabkan oleh cacing parasit yaitu filarial (nematoda). Cacing filarial
antara lain : W bancrofti, B malayi, B timori. W bancrofti distribusinya
luas terutama di negara-negara trropik. Vektornya adalah Culex
quinquefasciatus terdapat di kota dan pinggiran. Vektor lain adalah
Anopheles, mansonia, Aedes.
a.3. Japanesse Enchepalitis
Merupakan pneyakit akut dan fatal, termasuk dalam arbovirus. Vektor
sebagian besar Culex tritaenorhichus, C pseudofishmi, C gelides.
Penyebaran di Asia Selatan, Asia tenggara, China, Korea. Penyebaran baik
pada air sawah yang menggenang, dimana nyamuk tumbuh subur.
a.4. Yellow Fever
Akut dan fatal termasuk arbovirus, ditularkan A aegypti. Spesies :
haemophagus dan Sabethes (jungle yellow fever) di daerah Amerika dan
Aedes di Afrika.
Sutopo Patria Jati 4
a.5. Dengue Fever
Enampuluh negara tropis dan subtropics, acute fibrile disease. Tingkat
kematian rendah. Karakteristik : demam, nyeri sendi dan otot. Penular
adalah A aegypti. Kontainer merupakan tempat perindukan untuk
melanjutkan perkembangannya. DBD kematian tinggi pada anak-anak :
Asia Tenggara, Karibia. Tahap Imatur adalah : telur, larva, pupa yang
hidup dalam lingkungan air dan yang dewasa di daratan.
b. Siklus Hidup
Telur
Anopheline, bertelur secara terpisah dipermukaan air.lateral, Culicine (culex)
beberapa telur menjadi satu mengapung di air. Aedes, meletakkan telur terpisah
pada kontainer dan genangan setelah banjit atau hujan.
Larva
Menetas dalam awaktu 2-3 hari setelah kontak dengan air, sebagian Aedes
menetas dalam waktu kurang dari setenagh jam. Larva berganti kulit sebanyak
emapt kali, sebelum menjadi dewasa. Pupa larva (kepala, dada, perut), terdiri
8 segmen. Bernafas denagn organ di akhir tubuh (spiracles). Anopheles posisi
horizontal terhadap permukaan ait. Larva culicine, spiraclesnya treletak di akhir
organ tubular (siphon) yang merupakan perkembangan segmen perut nomor 8,
menggantung di permukaan air, siphjon dilekatkan bawah muka iar untuk
bernafas.
Pupa
Tidak makan dalam satu atau beberapa hari terjadi perubahan morfologi dan
fisiologi, transisi larva ke dewasa. Pupa sangat mobil dapat meyelam jika
diganggu. Pupa istirahat di permukaan, bernafas di permukaan dengan
menggunakan sepasang trompet pernafasan pada daerah dada.
Dewasa
Setelah 5-10 hari meletakkan telur, nyamuk idewasa beristirahat beberapa menit
di kulit ppupanya sambil memekarkan sayapnya sehingga cukup kuat untuk
terbang. Proboscisnya panjang dan masih lembut pada hari pertama setelah
keluar. Kedua jenis kelamin pada saat tersebut masih makan sari/cairan
tanaman. Betina makan darah, karena perkembangan telur tergantung darah.
c. Bionomik
Faktor iklim, memainkan peranan penting dalam penyebaran, perilaku daya tahan
dan kemampuan vector. Air merupakan media esensial, yang tenang maupun
mengalir, bersih maupun terpolusi, berasa ataupun tidak, teduk maupun tidak,
permanen maupun intermiten merupakan factor predominan perkembangan
naymuk. Pada tahap matur dan dewasa sangat tergantung lingkungan, dewasa
butuh air untuk meletakkan telur.
Faktor fisik, Faktor perkembangan tahap imatur tergantung suhu. Ada hubungan
langsung antara suhu dan perkembangan. Contoh, Nyamuk yang
berkembangbiak di daerah tropik biasanya pada suhu 23-33 o C, siklus hidup
komplit setelah 2 minggu. Hujan yang cukup dapat meningkatkan
perkembangan. Tetapi hujan lebat dan berulang mengakibatkan banjur dan
Sutopo Patria Jati 5
menggelontor tempatperindukan sehingga mengurangi populasi nyamuk. Dapat
hidup di temapt teduh maupun tidak. Sinar langsung mengendalikan malaria ole
A minimus da A dinus.
Faktor Biologis, Tanaman, tempat perindukan. Larva tidak ditemukan di
permukaan badan air yang luas atau air bersih yang dalam (danau, kolam,
sungai dan reservoir). A. gambiae menyukai genangan dangkal dan kolam
buatan bekas hujan. Lingkungan air (tanaman) = larva Aedes menyukai
kontainer kecil.
Pencemaran Air dan Faktor Kimia, A funestus menyukai air bersih dengan
tanaman. A sundaicus menyukai air payau. Culex menyukai air terpolusi berat, a
gambiae menyukai bekas telapak kaki, kolam.
D. Konsep Pengendalian Vektor Terpadu
a. Manajemen Lingkungan untuk Pengendalian Vektor
Merupakan perencanaan, pengorganisasian, perawatan dan pengawasan terhadap
kegiatan dengan memodifikasi dan atau memanipulasi factor lingkungan atau
hubungannya dengan manusia dengan cara mencegah atau mengurangi
perindukan vector dan menurunkan kontak manusia dan vector.
b. Modifikasi Lingkungan
Manajemen lingkungan yang meliputi perubahan fisik secara permanen tehadap
tanah, air, dan tanaman yang ditujukan untuk mencegah, menghilangkan atau
mengurangi habitat vector tanpa menyebabkan dampak yang merugikan kualitas
lingkungan.
Meliputi : drainase, pengisian/penimbunan, peninggian tanah, perubahan dan
batas pinggir kolam. Biasanya secara permanen dan alamiah, operasi yang
handal dan adekuat.
c. Manipulasi Lingkungan
Merupakan bentuk manajemen lingkungan yang meliputi beberapa kegiatan
berulang yang direncanakan ditujukan dengan menghasilkan kondisi sementara
yang tidak disukai untk perkembangbiakan vector pada habitatnya.
Contoh : Perubahan salinitas, penggelontoran arus air, pengaturan ketinggian
reservoir, pengeringan atau penggenangan kubangan, penghilangan vegetasi,
melindungi atau memaparkan terhadap sinar matahari.
d. Modifikasi atau Manipulasi Kebiasaan dan Perilaku Manusia
Manajemen lingkungan yang bertujuan menurunkan kontak manusia dengan
vector.
Contoh : tempat tinggal jauh dari sumber vector, melindungi rumah dari
nyamuk, memakai pelindung diri dan hygiene, instalasi penyediaan air bersih,
pembuangan air limbah dan ekskreta, pencucian, mandi, zoopropilaksis,
penempatan kandang yang strategis.
Sutopo Patria Jati 6
Daftar Pustaka
1. H.J. Mukono, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Airlangga University Press,
Surabaya, 2000.
2. Kumpulan Undang-Undang Lingkungan Hidup tahun 1997-2002, Bapedal,
Jakarta, 2002.
3. Slamet, J.S, Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
2002.
4. UU No. 23 Tahun 1997, Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta, 1997.

ASKEP EPILEPSI

Epilepsi bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan manifestasi klinik daripada lepasnya mutan listrik yang berlebihan dari sel-sel neuron di otak yang ditandai oleh serangan yang datang berulang-ulang. Epilepi berasal dari kata “epilambanain” yang berarti serangan.

A. Etiologi
- Kelainan bawaan pada otak.
- Cedera otak pada waktu lahir
- Radang otak (encepalitis)
- Trauma kapitis gangguan peredaran darah otak
- Tumor otak
- Sebagian kasus tidak ditemukan penyebabnya (epilepsy idiopatik)

B. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya serangan epilepsi ialah :
- Adanya focus yang bersifat hipersensitif (focus epilesi) dan timbulnya keadaan depolarisasi parsial di jaringan otak
- Meningkatnya permeabilitas membran.
- Meningkatnya senstitif terhadap asetilkolin, L-glutamate dan GABA (Neuro Transmitter Inhibisi)
Fokus epilepsy dapat menjalar ke tempat lain dengan lepasnya muatan listrik sehingga terjadi ekstasi, perubahan medan listrik dan penurunan ambang rangasang yang kemudian menimbulkan letupan listrik masal.
Bila focus tidak menjalar kesekitarnya atau hanya menjalar sampai jarak tertentu atau tidak melibatkan seluruh otak, maka akan terjadi bangkitan epilepsy fokal (parsial).

C. Klasifikasi Epilepsi
1. Berdasarkan penyebabnya dapat dibagi :
b. Epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya.
c. Epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2. Berdasarkan letak focus epilepsy atau tipe bangkitan:
Menurut klasifikasi Internasional Bangkitan Epilepsi (1981)
a. Bangkitan parsial atau fokal (partial seizure)
b. Bangkitan parsial sederhana (simple Partial)
- Motorik
- Sensorik
- Otonom
- Psikis
c. Bangkitan partial komplek (disertai gangguan kesadaran)
d. BAngkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
e. Bangkitan umum (Konvulsif atau non. Lonvulsif)
- Bangkitan Lena (absences) atau petit mal
- Bangkitan tonik-tonik atau Grand Mal
- Bagkitan mioklonik
- Bangkitan klonik
- Bangkitan tonik
- Bangkitan anatomic
f. Bangkitan yang tidak terklarifikasi


Manajemen Epilepsi :
1. Pastikan diagnosa epilepsy dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
2. Melakukan terapi simtomatik
3. dalam memberikan terapi anti epilepsy yang perlu diingat sasaran pengobatan yang dicapai, yakni:
- pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
- Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
- Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Tipe Serangan Epilepsi :
1. Grand Mall
Serangan Tiba-tiba klien jatuh sambil teriak, pernafasan sejenak berhenti, seluruh tubuh menjadi kaku. Kemudian muncul gerakan tonik klonik. Gerakan tonik ini sangat kuat sehingga tulang dapat patah dapat patah dan lidah dapai
Sebelum terjadi serangan gran mall klien dapat memperlihatkan gejala-gejala prodromal yaitu irritabilitas (cepat marah/tersinggung), pusing, sakit kepala, atau bersikap defresip.
2. Petit Mal
Serangan yang berupa kehilangan kesadaran sejenak, biasanya serangan ini timbul pada anak-anak yang berumur 4-8 tahun. Pada waktu kesadaran hilang untulk beberapa detik, tonus otot tidak hilang sehingga klien tidak jatuh. Lamanya serangan anatara 5-10 detik. Kedua mata menatap secara hampa ke depan atau berputar keatas sambil melepaskan benda yang di pegangnya atau berhenti berbicara dan setelah sadar klien lupa apa yang sudah terjadi. Serangan petit mal akan berhenti seterusnya bila klien berumur 20 tahun atau menjelang 30 tahun. Tetapi ada kemungkinan petit mal dapat berkembang menjadi grand mal pada usia 20 tahun.
3. Mio klonik
- Muncul gerakan involunter sekelompok otot skeletal yang timbul secara tiba-tiba
- Biasanya merupakan manfestasi bermacam-macam kelainan neurologik (degeneratif ponto cerebeler, meilitis) atau non neurologik (Urema, hepatic failure).
- Biasanya tidak ada kehilangan kesadaran.
4. Klonik
- serangan epileptic yang bangkit akibat lepas muatan listrik di daerah korteks serebri.
- Motorik : gerakan involunter salah satu anggota gerak, wajah, rahang bawah, pita suara (vokalisasi) dan kolumna vertebralis
- Sensorik : merasa nyeri, panas dingin, parestesia daerah kulit setempa, skotoma tinnitus, mencium bau barang busuk, mengecap rasa logam, invertigo, mual, muntah, perut mules atau afasia.
- Autonom : Mual, muntah, dan hiperdosis setempat
- Halusinasi
- Ilusi Yang disebut De Javu
- Pearasaan curiga yaitu perasaan seolah-pikirannya memaksa sesuatu.
- Automatismus
5. Status Epileptikus
Yaitu serangan epilepsy yang terjadi berulang-ulang dan sering serangan ini pada umumnya tonik-klonik dan merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera ditangani karena dapat berakibat kerusakan otak permanent. Penyebabnya adalah : peningkatan suhu yang tinggi, obat epileptic yang dihentikan, atau penyebab lain yaitu gangguan metabolic.

Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif, antara lain :
1. riwayat kes. Klien yang berhubungan dengan factor resiko bio-psiko-spiritual. Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada factor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran., kejang, cedera otak operasi otak,. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol.
Klien mengalami gangguan ionteraksi dengan orang lain / keluarga karena malu ,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
2. Riwayat kesehatan keluarga, dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kemungkin masalah yang sama pada keluarga
3. Klien dapat mengeluhkan kelemahan/ lelah dan kurang mampu melakukan aktifitas sehari-hari.
DataObjektif:
1. Dari pemeriksaan fisik didapat penurunan kekuatan otot
2. Data pada saat serangan dijumpai:
 Perubahan pada tanda-tanda vital berupa peningkatan tekanandarah, denyut nadi meningkat dan cianosis.
Inkontinensia urin dan fekal
 Perlukaan paga gusi dan lidah
Ada riwayat nyeri, kehilangan kesadaran/pingsan, kehilangan kesadaran sesaat
klien menangis, jatuh kelantai, disertai komponen motorik seperti kejang tonik klonik
 mioklonik, tonik, klonik, atonik. Klien menggigit lidah. mului. berbuih, ada
inkontinensia urin dan fekal, bibir dan muka cianosis, mata dan kepala bergerak
memutar-mutar pada satu posisi atau keduanya
4. Data setelah Serangan
Setelah serangan tanda-tanda vital mungkin bcrubah
Kiien mengalami lethargi, bingung, otot sakit, gangguan bicara, nyeri kepala.
Perubahan dalam gerakan misalnya hemiplegi/hemiparese sementara.
Klien lupa atau sedikit ingat terhadap kejadian yang menimpa dirinya.
Terjadi perubahan kesadaran/tidak, pernafasan, denyut jantung.
Ada perlukaan/cedera.
5. Gusi mengalami hiperplasi karena efek samping penggunaan Dilantin

Masalah Keperawatan :
Masalah keperawatan yang mungkin dijumpai pada klien dengan epilepsi antara lain :
1. Potensial terjadinya kecelakaan fisik, dan tubuh kekurangan oksigen
Kemungkinan penyebab
Terjadinya serangan yang akan menyebabkan hilangnya koordinasi otot-otot tubuh,
kelemahan, keterbatasan, pengobatan, ketidakseimbangan emosional, penurunan tingkat
kesadaran
Tujuan dan kriteria evaluasi
Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat meminimalkan/menghindarinya.
Klien memperlihatkan tingkah laku yang kooperatif dan menghindari dari penyebab terjadinya trauma.
Intervensi Keperawatan
a. Bersama klien mengidentifikasi faktor yang dapat menyebabkan serangan tiba-tiba.
b. Bila serangan terjadi , hindarkan klien dari benturan fisik khususnya kepala
c. Observasi tanda-tanda vital, gunakan thermometer axilla
d. Dampingi klien saat serangan berlangsung untuk mencegah bahaya luka fisik, aspirasi, lidah tergigit.
e. Miringkan; kepala untuk mencegah aspirasi
f. Gunakan spatel lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang
g. Hindarkan alat-alat yang membahayakan dari dekat klien
h. Longgarkan pakaian yang sempit.
i. Catat semua gejala, tipe serangan epilepsi, lama serangan dan kejadian-kejadian saat serangan.
j. Setelah klien sadar, diskusikan tentang tanda-tanda serangan yang mendadak
Tindakan Kolaboratif
a. Berikan obat-obatan sesuai program, misal anti apileptik, luminal, diazepam, glukose, thiamine dan lain-lain
b. Monitor dan catat efek samping obat-obat yang digunakan klien
c. Monitor tingkat keseimbangan elektrolit, glucose

2. Potensial tidak efektif jalan nafas/pola nafas
Kemungkinan penyebab
Sumbatan tracheobronchial, menurunnya kesadaran
Tujuan dan Kriteria hasil
Jalan nafas/pola nafas efektif, tidak terjadi aspirasi
Intervensi Keperawatan
a. Bila klien tidak sadar, jaga agar jalan nafas tetap lancar dan terbuka.
b. Observasi tanda vital
c. Pertahankan agar makanan dan cairan / elektrolit tetap seimbang, bila perlu beri cairan/makan perparenteral atau enteral sesuai kolaborasi.
d. Bila terdapat lendir dijalan nafas lakukan suction bila perlu
e. Kaji apakah klien ingat terhadap kejadian tersebut
f. Identifikasi apakah terjadi perlukaan pada tubuh klien
g. Bila klien gelisah, beri penghalang dikedua sisi tempat tidur
Tindakan Kolaboratif
a. Beri oksigen sesuai program terapi
b. Pemasangan intubasi endotrakheal
c. Monitor intubasi, bila terpasang


3. Gangguan konsep diri : harga diri yang rendah, identitas diri tidak jelas
Kemungkinan penyebab Ketidakmampuan klien mengatasi krisis, koping yang tidak adekuat dan kurangnya dukungan keluarga.
Tujuan dan Kriteria hasil:
Klien dapat mengidentifikasi perasaan, pola koping yang positif/negatif.
Klien dapat melakukan interaksi sosial yang positif dengan lingkungannya.
Klien dapat menggunakan pola koping yang adaptif.
Intervensi Keperawatan:
a. Diskusi tentang perasaan yang dihadapi klien
b. Dorong klien untuk Mengekspresikan fikiran dan perasaannya
c. Kaji kemampuan klien dalam menggunakan pola koping yang positif untuk meningkatkan harga diri klien sehingga dapat hidup bermasyarakat
d. Anjurkan klien untuk mengikuti kelompok penderita yang mendenta epilepsi
e. Konsultasikan klien dengan psikolog

4. Kecemasan pada klien dan keluarga
Kemumgkinan penyebab
Keterbatasan pengetahuan, informasi yang salah terhadap keadaan yang dideritanya, kegagalan pengobatan.
Tujuan dan Kriteria hasil
Klien dan keluarga mengerti penyakit dan penyebabnya.
Klien dan keluarga dapat mengerti dan mengidentifikasi macam-macam stimulus yang dapat mengakibatkan serangan
lntervensi Keperawatan
Kaji keadaan patologi/kondisi klien dan pengobatan yang pernah didapat klien
Diskusikan tentang penitingnva kontrol dau minum obat secara teratur
Jelaskan pada klien tentang keadaan yang sedang dihadapi klien.
Jelaskan faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan seperti :
Penggunaan obat anti epilepsi yang tidak tepat baik dosis, waklu dan jadwal penggunaannya.
Obat-obatan anti epilepsi yang tidak cocok
 Kurang / tidak tidur
Stress emosional
Perubahan hormonal, misalnya hamil, menstruasi
Nutrisi yang buruk
Cairan dan elektrolit yang tidak seimbang
Alkohol/obat-obatan
Jelaskan kondisi-kondisi vang harus dihindarkan seperti pekerjaan yang membahayakan misalnya bekerja di pabrik dsb, mengendarai mobil, olah raga berat dan rekreasi yang mebahayakan seperti naik gunung/ panjat tebing dsb, berenang, kehamilan, minum alkohol/obat terlarang
 Anjurkan klien untuk selalu membawa tanda pengenal bila bepergian.



Diposkan oleh Perawat Murtad di 2/02/2009
http://perawat-gaul.blogspot.com/2009/02/asuhan-keperawatan-epilepsi.html


ASKEP EPILEPSI
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008)
B. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagianbesara belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
C. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-jutaneron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik sarafyang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
D. Manifestasi klinik
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
E. Klasifikasi kejang
1. Kejang Parsial
1. Parsial Sederhana
Gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran Misal: hanya satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak Dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum/tdk nyaman
1. Parsial Kompleks
Dengan gejala kompleks, umumnya dengan ganguan kesadaran. Dengan gejala kognitif, afektif, psiko sensori, psikomotor. Misalnya: individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, tetapi individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat
1. Kejang Umum (grandmal)
Melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi Terjadi kekauan intens pada seluruh tubuh (tonik) yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot (Klonik) Disertai dengan penurunan kesadaran, kejang umum terdiri dari:
1. Kejang Tonik-Klonik
2. Kejang Tonik
3. Kejang Klonik
4. Kejang Atonik
5. Kejang Myoklonik
6. Spasme kelumpuhan
7. Tidak ada kejang
8. Kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak lengkap.
F.Pemeriksaan diagnostik
1. CT Scan
Untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral
1. Elektroensefalogram(EEG)
Untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
1. Magnetik resonance imaging (MRI)
2. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
G. Penatalaksanaan
1. Dilakukan secara manual, juga diarahkan untuk mencegah terjadinya kejang
2. Farmakoterapi
Anti kovulsion untuk mengontrol kejang
1. Pembedahan
Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler
1. Jenis obat yang sering digunakan
1. Phenobarbital (luminal).
Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
1. Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.
1. Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
• Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
• Tak berhasiat terhadap petit mal.
• Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
1. Carbamazine (tegretol).
• Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik.
• Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku.
• Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguanfungsi hati.
1. Diazepam.
• Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).
• Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
1. Nitrazepam (Inogadon).
Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
1. Ethosuximide (zarontine).
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
1. Na-valproat (dopakene)
• Obat pilihan kedua pada petit mal
• Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
• Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.
• Efek samping mual, muntah, anorexia
1. Acetazolamide (diamox).
• Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.
• Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
1. ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.
ASUHAN KEPERAWTAN
I.Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
1. Riwayat keluarga dengan kejang
2. Riwayat kejang demam
3. Tumor intrakranial
4. Trauma kepal terbuka, stroke
5. Riwayat kejang
1. Berapa sering terjadi kejang
2. Gambaran kejang seperti apa
3. Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
4. Apa yang dilakuakn pasien setelah kejang
5. Riwayat penggunaan obat
1. Nama obat yang dipakai
2. Dosis obat
3. Berapa kali penggunaan obat
4. Kapan putus obat
5. Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesadaran
2. Abnormal posisi mata
3. Perubahan pupil
4. Gerakan motorik
5. Tingkah laku setelah kejang
6. Apnea
7. Cyanosis
8. Saliva banyak
9. Psikososial
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pekerjaan
4. Peran dalam keluarga
5. Strategi koping yang digunakan
6. Gaya hidup dan dukungan yang ada
7. Pengetahuan pasien dan keluarga
1. Kondisi penyakit dan pengobatan
2. Kondisi kronik
3. Kemampuan membaca dan belajar
4. Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium
2. Radiologi
II. Diagnosa keperawatan
1. Resiko injury b/d aktivitas kejang
2. Resiko tinggi tidak efektif jalan nafas, pola nafas b/d kerusakan persepsi
3. Cemas b/d terjadinya kejang
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
III. Intervensi keperawatan
1. Dx: resiko tinggi tidak efektif jalan nafas, pola nafas b/d kerusakan persepsi
Intervensi:
Mandiri
1. Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda/zat tertentu/gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.
2. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang.
3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher/abdomen.
4. Masukkan spatel lidah atau gulugan benda lunak sesuai dengan indiksi.
5. Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
Kolaborasi
1. Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan pada fase posiktal.
2. Siapkan untukmelakukan intubasi, jika ada indikasi
2. Dx: Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Mandiri
1. Jelaskan kembali mengenai patofisiologi/ prognosis penyakit dan perlunya pengobata/penanganan dalam jangka waktu yang lama sesuai indikasi.
2. Tinjau kembali obat-obat yang didapat, penting sekali memakan obat sesuai petunjuk, dan tidak menghentikan pengobatan tanpa pengawasan dokter. Termasuk petunjuk untuk pengurasi dosis.
3. Berikan petunjuk yang jelas pada pasien untuk minum obat bersamaan dengan waktu makan, jika memungkinkan.
4. Diskusikan mengenai efek samping secara khusus, seperi mengantuk, hiperaktif, gangguan tidur, hipertrofi pada gusi, gangguan penglihatan, mual/muntah, ruam pada kulit, sinkope/ataksia, kelahiran yang terganggu dan anemia aplastik.
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan semacam gelang identifikasi/semacam petunjuk yang memberitahukan bahwa pasien adalah penderita epilepsi.
6. Tekankan perlunya untuk melakukan evaluasi yang teratur/melakukan pemeriksaan laboratorium yang teratur sesuai dengan indikasi, seperti darah lengkap harus diperiksa minimal dua kali dalam satu tahun dan munculnya sakit tenggorok atau demam.
7. Bicarakan kembali kemungkinan efek dari perubahan hormonal
8. Diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik, seperti diet yang adekuat, istirahat yang cukup, latihan yang cukup dan hindari bahaya, alkohol, kefein dan obaat yang dapat menstimulasi kejang.
9. Tinjau kembali pentingnya kebersihan mulut dan perawatan gigi teratur.
10. Identifikasi perlunya penerimaan terhadap keterbatasan yang dimiliki, diskusikan tindakan keamanan yang diperhatikan saat mengemudi, menggunakan alat mekanik, panjat tebing, berenang, hobi dan sejenisnya.a
http://hidayat2.wordpress.com/2009/05/05/askep-epilepsi/



ASKEP EPILEPSI
{ November 5, 2008 @ 7:53 am } • { Uncategorized }
Konsep Medis
A. Definisi
Epilepsi merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, atau gangguan fenomena sensori.
B. Etiologi
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal.
2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawah sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
C. Patofisiologi
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
 Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
 Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan nuatan menurun secara berlebihan.
 Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
 Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin mmuncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
D. Manifestasi Klinis
1. Sawan Parsial (lokal, fokal)
a. Sawan Parsial Sederhana : sawan parsial dengan kesadaran tetap normal
• Dengan gejala motorik
- Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja
- Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
- Versif : sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
- Postural : sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu
- Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
• Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; sawan disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo.
- Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
- Visual : terlihat cahaya
- Auditoris : terdengar sesuatu
- Olfaktoris : terhidu sesuatu
- Gustatoris : terkecap sesuatu
- Disertai vertigo
• Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
• Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
- Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau bagian kalimat.
- Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
- Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
- Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
- Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar.
- Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.
b. Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
• Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baik kemudian baru menurun.
- Dengan gejala parsial sederhana A1-A4 : gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
- Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
• Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak permulaan kesadaran.
- Hanya dengan penurunan kesadaran
- Dengan automatisme
c. Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik)
• Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
• Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
• Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
2. Sawan Umum (Konvulsif atau NonKonvulsif)
a. 1. Sawan lena (absence)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya sawan ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
• Hanya penurunan kesadaran
• Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
• Dengan komponen atonik. Pada sawan ini dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
• Dengan komponen klonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.
• Dengan automatisme
• Dengan komponen autonom.
b hingga f dapat tersendiri atau kombinasi
2. Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
• Gangguan tonus yang lebih jelas.
• Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
b. Sawan Mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
c. Sawan Klonik
Pada sawan ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
d. Sawan Tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Sawan ini juga terjadi pada anak.
e. Sawan Tonik-Klonik
Sawan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
f. Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada anak.
3. Sawan Tak Tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
E. Pemeriksaan Diagnostik
 Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.
- Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
- Mengalami complex partial seizure
- Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya)
- Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
- Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.
- Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.
 EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnsium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
 Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
F. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
G. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat (compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji: Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja? Mekanisme koping apa yang digunakan?
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
1. Selama serangan :
- Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
- Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
- Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
- Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
- Apakah pasien menggigit lidah.
- Apakah mulut berbuih.
- Apakah ada inkontinen urin.
- Apakah bibir atau muka berubah warna.
- Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
- Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu sisi atau keduanya.
2. Sesudah serangan
- Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
- Apakah ada perubahan dalam gerakan.
- Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan.
- Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.
- Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3. Riwayat sebelum serangan
- Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
- Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
- Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik maupun visual.
4. Riwayat Penyakit
- Sejak kapan serangan terjadi.
- Pada usia berapa serangan pertama.
- Frekuensi serangan.
- Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur, keadaan emosional.
- Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
- Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
- Apakah makan obat-obat tertentu
- Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
2. Resiko tinggi terhadap bersihan jalan napas/pola napas tidak efektif.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang pemajanan, atau kesalahan interpretasi informasi.
4. Gangguan harga diri berhubungan dengan stigma berkenaan dengan kondisi, persepsi tentang tidak terkontrol

5 Comments » http://nersunhas.wordpress.com/2008/11/05/askep-epilepsi/





















KEP EPILEPSI
Label: Askep Anak
A. PENGERTIAN.
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.

B. ETIOLOGI.
1. Idiopatik.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
- trauma lahir
- trauma kepala
- tumor otak
- stroke
- cerebral edema
- hypoxia
- keracunan
- gangguan metabolik
- infeksi.

C. PATOFISIOLOGI.
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi).

Secara Patologi :
Fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi :
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion.



D. KLASIFIKASI DAN GAMBARAN KLINIS.
1. Epilepsi Umum.
- Grand mal.
- Petit mal.
- Infantile spasm.
2. Epilepsi Jenis Focal / Parsial.
- Focal motor.
- Focal sensorik.
- Psikomotor.

Gejala :
1. Bangkitan umum :
- Tonik : kontraksi otot, tungkai dan siku 20 –fleksi, leher dan punggung melengkung, jeritan epilepsi (aura). 60 detik.
- Klonik : spasmus flexi berseling relaksasi, hypertensi, 40 detik.midriasis, takikardi, hyperhidrosis, hypersalivasi.
- Pasca Serangan : aktivitas otot terhenti
klien sadar kembali
lesu, nyeri otot dan sakit kepala
klien tertidur 1-2 jam.
2. Jenis parsial :
- Sederhana : tidak terdapat gangguan kesadaran.
- Komplex : gangguan kesadaran.


Ad :
1. Grand mal (Tonik Klonik) :
- Ditandai dengan aura : sensasi pendengaran atau penglihatan.
- Hilang kesadaran.
- Epileptik cry.
- Tonus otot meningkat sikap fleksi / ekstensi.
- Sentakan, kejang klonik.
- Lidah dapat tergigit, hypertensi, tachicardi, berkeringat, dilatasi pupil dan hypersalivasi.
- Setelah serangan pasien tertidur 1-2 jam.
- Pasien lupa, mengantuk dan bingung.

2. Petit mal :
- Hilang kesadaran sebentar.
- Klien tampak melongo.
- Apa yang dikerjakannya terhenti.
- Klien terhuyung tapi tidak sampai jatuh.

3. Infantile Spasm :
- Terjadi usia 3 bulan – 2 tahun.
- Kejang fleksor pada ektremitas dan kepala.
- Kejang hanya beberapa fetik berulang.
- Sebagian besar klien mengalami retardasi mental.

4. Focal motor :
Lesi pada lobus frontal.

5. Focal Sensorik :
Lesi pada lobus parietal.

6. Focal Psikomotor :
Disfungsi lobus temporal.



E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.
Pemeriksaan EEG :
Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa epilepsiform discharge atau epileptiform activity), misalnya spike sharp wave, spike and wave dan sebagainya. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG yang normal).
 Pemeriksaan radiologis :
Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.
Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub arachnoid serta gambaran otak.
Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak, penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses.

F. KOMPLIKASI.
Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang berulang.
Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.




G. PENATALAKSANAAN.
Medik :
a. Pengobatan Kausal :
Perlu diselidiki apakah pasien masih menderita penyakit yang aktif, misalnya tumor serebri, hematome sub dural kronik. Bila ya, perlu diobati dahulu.
b. Pengobatan Rumat :
Pasien epilepsi diberikan obat antikonvulsan secara rumat. Di klinik saraf anak FKUI-RSCM Jakarta, biasanya pengobatan dilanjutkan sampai 3 tahun bebas serangan, kemudian obat dikurangi secara bertahap dan dihentikan dalam jangka waktu 6 bulan. Pada umumnya lama pengobatan berkisar antara 2-4 tahun bebas serangan. Selama pengobatan harus diperiksa gejala intoksikasi dan pemeriksaan laboratorium secara berkala.

Obat yang dipakai untuk epilepsi yang dapat diberikan pada semua bentuk kejang :
- Fenobarbital, dosis 3-8 mg/kg BB/hari.
- Diazepam, dosis 0,2 -0,5 mg/Kg BB/hari.
- Diamox (asetazolamid); 10-90 mg/Kg BB/hari.
- Dilantin (Difenilhidantoin), dosis 5-10 mg/Kg BB/hari.
- Mysolin (Primidion), dosis 12-25 mg /Kg BB/hari.

Bila menderita spasme infantil diberikan :
- Prednison dosisnya 2-3 mg/Kg BB/hari.
- Dexametasone, dosis 0,2-0,3 mg/Kg BB/hari.
- Adrenokortikotropin, dosis 2-4 mg/Kg BB/hari.
Keperawatan :
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadinya bahaya akibat bangkitan epilepsi, gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi gangguan psikososial , kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.

1. DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN.
AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala : Keletihan, kelemahan umum.
Keterbatasan dalam aktivitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat .
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot.
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
SIRKULASI
Gejala : Iktal : Hypertensi, peningkatan nadi, sianosis.
Postiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
 INTEGRITAS EGO
Gejala : Stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan / atau penanganan.
Peka rangsang; perasaan tidak ada harapan / tidak berdaya. Perubahan dalam berhubungan.
Tanda : Pelebaran rentang respons emosional.
ELIMINASI
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Postiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik urine / fekal).
MAKANAN / CAIRAN
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang.
Tanda : Kerusakan jaringan lunak / gigi (cedera selama kejang).
Hyperplasia gingival (efek samping pemakaian Dilantin jangka panjang).
NEUROSENSORI
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi serebral.
Adanya aura (rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik).
Postiktal : kelemahan, nyeri otot, area parestese / paralisis.
Tanda : Karakteristik kejang :
Kejang umum.
Kejang parsial (kompleks).
Kejang parsial (sederhana).
NYERI / KENYAMANAN
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode postiktal.
Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati-hati.
Perubahan tonus otot.
Tingkah laku gelisah / distraksi.
 PERNAFASAN
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat; peningkatan sekresi mukus.
Fase postiktal : apnea.
 KEAMANAN
Gejala : Riwayat terjatuh / trauma, fraktur.
Adanya alergi.
Tanda : Trauma pada jaringan lunak / ekimosis.
Penurunan kekuatan / tonus otot secara menyeluruh.
INTERAKSI SOSIAL
Gejala : Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan sosialnya.
Pembatasan / penghindaran terhadap kontak sosial.

 PENYULUHAN / PEMBELAJARAN
Gejala : Adanya riwayat epilepsi pada keluarga. Penggunaan / ketergantungan obat (termasuk alkohol).

 PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mencegah / mengendalikan aktivitas kejang.
2. Melindungi pasien dari cedera.
3. Mempertahankan jalan nafas.
4. Meningkatkan harga diri yang positif.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan penanganannya.

 TUJUAN PEMULANGAN
1. Serangan kejang terkontrol.
2. Komplikasi / cedera dapat dicegah.
3. Mampu menunjukkan citra tubuh.
4. Pemahaman terhadap proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :

Resiko tinggi terhadap trauma / penghentian pernafasan berhubungan dengan perubahan kesadaran; kelemahan; kehilangan koordinasi otot besar atau kecil.
RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
- Gali bersama-sama klien berbagai stimulasi yang dapat menjadi pencetus kejang.
Rasional : alkohol, berbagai obat dan stimulasi lain (seperti kurang tidur, lampu yang terlalu terang, menonton televisi terlalu lama) dapat meningkatkan aktivitas otak, yang selanjutnya meningkatkan resiko terjadinya kejang.
- Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang terpasang dengan posisi tempat tidur rendah.
Rasional : mengurangi trauma saat kejang (sering / umum) terjadi selama pasien berada di tempat tidur.
- Tinggallah bersama pasien dalam waktu beberapa lama selama / setelah kejang.
Rasional : meningkatkan keamanan pasien.
- Catat tipe dari aktivitas kejang (seperti lokasi / lamanya aktivitas motorik, hilang kesadaran, inkontinensia, dan lain-lain) dan berapa kali terjadi (frekuensi / kekambuhannya).
Rasional : membantu untuk melokalisasi daerah otak yang terkena.



Resiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas / pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler; obstruksi trakeobronkial.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
- Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari benda / zat tertentu / gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.
Rasional : menurunkan resiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.
- Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang.
Rasional : meningkatkan aliran (drainase) sekret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas.
- Tanggalkan pakaian pada daerah leher / dada dan abdomen.
Rasional : untuk memfasilitasi usaha bernafas / ekspansi dada.
- Masukkan spatel lidah / jalan nafas buatan atau gulungan benda lunak sesuai dengan indikasi.
Rasional : jika memasukkannya di awal untuk membuka rahang, alat ini untuk mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan penghisapan lendir atau memberi sokongan terhadap pernafasan jika diperlukan.
- Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia.
- Kolaborasi dalam pemberian tambahan oksigen.
Rasional : dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun atau oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan kejang.


Gangguan harga diri / identitas diri berhubungan dengan persepsi tidak terkontrol; stigma berkenaan dengan kondisi; ditandai dengan : takut penolakan, perubahan persepsi tentang diri, kurang mengikuti / tidak berpartisipasi pada terapi.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :

- Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang dilakukannya. Anjurkan untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional : reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan pengetahuan / pengalaman awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan terhadap aturan pengobatan.
- Identifikasi / antisipasi kemungkinan reaksi orang pada keadaan penyakitnya.
Rasional : memberikan kesempatan untuk berespons pada proses pemecahan masalah dan memberikan tindakan kontrol terhadap situasi yang dihadapi.
- Gali bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah diperoleh atau yang akan dicapai selanjutnya dan kekuatan yang dimilikinya.
Rasional : memfokuskan pada asfek positif dapat membantu untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan atau kesadaran terhadap diri sendiri dan membentuk pasien mulai menerima penanganan terhadap penyakitnya.
- Diskusikan rujukan kepada psikoterapi dengan pasien atau orang terdekat.
Rasional : kejang mempunyai pengaruh yang besar pada harga diri seseorang dan pasien / orang terdekat dapat merasa berdosa atas keterbatasan penerimaaan terhadap dirinya dan stigma masyarakat. Konseling dapat membantu mengatasi perasaan terhadap kesadaran diri sendiri.

 Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, salah interpretasi informasi, kurang menginat, ditandai dengan : kurang mengikuti aturan obat, pertanyaan, kurang kontrol aktivitas kejang.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
- Jelaskan kembali mengenai patofisiologi / prognosis penyakit dan perlunya pengobatan / penanganan dalam jangka waktu yang lama sesuai prosedur.
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi kesalahan persepsi dan keadaan penyakit yang ada sebagai sesuatu yang dapat ditangani dalam cara hidup yang normal.
- Tinjau kembali obat-obat yang didapat, penting sekali memakan obat sesuai petunjuk, dan tidak menghentikan pengobatan tanpa pengawasan dokter. Termasuk petunjuk untuk pengurangan dosis.
Rasional : tidak adanya pemahaman terhadap obat-obatan yang didapat merupakan penyebab dari kejang yang terus menerus tanpa henti.
- Anjurkan pasien untuk memakai gelang / semacam petunjuk yang memberitahukan bahwa anda adalah penderita epilepsi.
Rasional : mempercepat penanganan dan menentukan diagnosa dalam keadaan darurat.
- Diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik, seperti diet yang adekuat, istirahat yang cukup, latihan yang cukup dan hindari bahaya alkohol, kafein dan obat yang dapat menstimulasi kejang.
Rasional : aktivitas yang sedang dan teratur dapat membantu menuurnkan / mengendalikan faktor-faktor predisposisi yang meningkatkan perasaan sehat dan kemampuan koping yang baik dan juga meningkatkan harga diri.
Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan sel otak dan aktivitas kejang sekunder terhadap epilepsi.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
- Ajarkan orang tua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
Rasional : memberikan gambaran tentang pola perkembangan anak sesuai dengan perkembangan di kelompok usianya.

- Observasi dan berikan kesempatan pada anak untuk memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan anak yang dapat dicapai dan membandingkan dengan pola perkembangan sesuai kelompok usia perkembangan.


DAFTAR PUSTAKA


Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC, Jakarta.

Mansjoer, Arif. dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Auskulapius, Jakarta

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC, Jakarta
by Khaidir muhaj di 08:19
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/05/askep-epilepsi.html

ASKEP BBLR

ASUHAN BAYI BARU LAHIR


Pengkajian pada bayi baru lahir dapat dilakukan segera setelah lahir yaitu untuk mengkaji penyesuaian bayi dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik secara lengkap untuk mengetahui normalitas & mendeteksi adanya penyimpangan

1. Pengkajian segera BBL
a. Penilaian awal
Nilai kondisi bayi :
• APAKAH BAYI MENANGIS KUAT/BERNAFAS TANPA KESULITAN ?
• APAKAH BAYI BERGERAK DG AKTIF/LEMAS?
• APAKAH WARNA KULIT BAYI MERAH MUDA, PUCAT/BIRU?

APGAR SCORE
• Merupakan alat untuk mengkaji kondisi bayi sesaat setelah lahir meliputi 5 variabel (pernafasan, frek. Jantung, warna, tonus otot & iritabilitas reflek)
• Ditemukan oleh Dr. Virginia Apgar (1950)

Dilakukan pada :
• 1 menit kelahiran
yaitu untuk memberi kesempatan pd bayi untuk memulai perubahan
• Menit ke-5
• Menit ke-10
penilaian dapat dilakukan lebih sering jika ada nilai yg rendah & perlu tindakan resusitasi. Penilaian menit ke-10 memberikan indikasi morbiditas pada masa mendatang, nilai yg rendah berhubungan dg kondisi neurologis

SKOR APGAR
TANDA 0 1 2
Appearance Biru,pucat Badan pucat,tungkai biru Semuanya merah muda
Pulse Tidak teraba < 100 > 100
Grimace Tidak ada Lambat Menangis kuat
Activity Lemas/lumpuh Gerakan sedikit/fleksi tungkai Aktif/fleksi tungkai baik/reaksi melawan
Respiratory Tidak ada Lambat, tidak teratur Baik, menangis kuat

Preosedur penilaian APGAR

 Pastikan pencahayaan baik
 Catat waktu kelahiran, nilai APGAR pada 1 menit pertama dg cepat & simultan. Jumlahkan hasilnya
 Lakukan tindakan dg cepat & tepat sesuai dg hasilnya
 Ulangi pada menit kelima
 Ulangi pada menit kesepuluh
 Dokumentasikan hasil & lakukan tindakan yg sesuai

Penilaian

Setiap variabel dinilai : 0, 1 dan 2
Nilai tertinggi adalah 10
 Nilai 7-10 menunjukkan bahwa by dlm keadaan baik
 Nilai 4 - 6 menunjukkan bayi mengalami depresi sedang & membutuhkan tindakan resusitasi
 Nilai 0 – 3 menunjukkan bayi mengalami depresi serius & membutuhkan resusitasi segera sampai ventilasi



2. Asuhan segera Bayi Baru Lahir

 Adalah asuhan yang diberikan pada bayi baru lahir selama satu jam pertama setelah kelahiran.
 Sebagian besar BBL akan menunjukkan usaha pernafasan spontan dg sedikit bantuan/gangguan
 Oleh karena itu PENTING diperhatikan dlm memberikan asuhan SEGERA, yaitu jaga bayi tetap kering & hangat, kotak antara kulit bayi dg kulit ibu sesegera mungkin

a. Membersihkan jalan nafas
1). Sambil menilai pernafasan secara cepat, letakkan bayi dg handuk di atas perut ibu
2). Bersihkan darah/lendir dr wajah bayi dg kain bersih & kering/ kassa
3). Periksa ulang pernafasan
4). Bayi akan segera menagis dlm waktu 30 detik pertama setelah lahir

jika tdk dpt menangis spontan dallakukan :
1). letakkkan by pd posisi terlentang di t4 yg keras & hangat
2). gulung sepotong kain & letakkan di bwh bahu shg leher bayi ekstensi
3). bersihkan hidung, rongga mulut, & tenggorokan by dg jari tangan yg dibungkus kassa steril
4). tepuk telapak kaki by sebanyak 2-3x/ gosok kulit by dg kain kering & kasar





Gb. Posisi ekstensi

Kebiasaan yang harus dihindari

LANGKAH-LANGKAH ALASAN TIDAK DIANJURKAN
Menepuk pantat bayi Trauma/cedera
Menekan dada Patah, pneumothorax, gawat nafas, kematian
Menekan kaki bayi ke bagian perutnya Merusak pembuluh darah dan kelenjar pada hati/limpa, perdarahan
Membuka sphincter anusnya Merusak /melukai sphincter ani
Menggunakan bungkusan panas/dingin Membakar/hipotermi
Meniupkan oksigen/udara dingin pada tubuh/wajah bayi hipotermi
Memberi minuman air bawang Membuang waktu, karena tindakan resusitasi yang tidak efektif pada saat kritis


Penghisapan lendir
 Gunakan alat penghisap lendir mulut (De Lee)/ alat lain yg steril, sediakan juga tabung oksigen & selangnya
 Segera lakukan usaha menghisap mulut & hidung
 Memantau mencatat usaha nafas yg pertama
 Warna kulit, adanya cairan / mekonium dlm hidung / mulut hrs diperhatikan


b. Perawatan tali pusat
setelah plasenta lahir & kondisi ibu stabil, ikat atau jepit tali pusat
Cara :
 celupkan tangan yg masih mggnakan sarung tangan ke dlm klorin 0,5% untuk membersihkan darah & sekresi tubuh lainnya
 bilas tangan dengan air matang /DTT
 keringkan tangan (bersarung tangan)
 letakkan bayi yang terbungkus diatas permukaan yang bersih dan hangat
 ikat ujung tali pusat sekitar 1 cm dr pusat dengan menggunakan benang DTT. Lakukan simpul kunci/ jepitkan
 Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang sekeliling ujung tali pusat & lakukan pengikatan kedua dg simpul kunci dibagian TP pd sisi yg berlawanan
 Lepaskan klem penjepit & letakkan di dlm larutan klorin 0,5%
 Selimuti bayi dg kain bersih & kering, pastikan bahwa bagian kepala bayi tertutup












Gb. Pemotongan tali pusat Gb. Bayi yang telah diikat tali pusatnya











Gb. Bayi terbungkus kain kering





c. Mempertahankan suhu tubuh
Dengan cara :
 Keringkan bayi secara seksama
 Selimuti bayi dg selimut/kain bersih, kering & hangat
 Tutup bagian kepala bayi
 Anjurkan ibu untuk memeluk & menyusukan bayinya
 Lakukan penimbangan stl bayi mengenakan pakaian
 Tempatkan bayi di lingk yg hangat












Gb. Metode kanguru

d. Pencegahan infeksi
 Memberikan obat tetes mata/salep
 diberikan 1 jam pertama by lahir yaitu ; eritromysin 0,5%/tetrasiklin 1%.
 Yang biasa dipakai adalah larutan perak nitrat/ neosporin & langsung diteteskan pd mata bayi segera stl bayi lahir

BBL sangat rentan terjadi infeksi, sehingga perlu diperhatikan hal-hal dalam perawatannya.
 Cuci tangan sebelum & setelah kontak dg bayi
 Pakai sarung tangan bersih pd saat menangani bayi yg blm dimandikan
 Pastikan semua peralatan (gunting, benang tali pusat) telah di DTT, jika menggunakan bola karet penghisap, pastukan dlm keadaan bersih
 Pastikan semua pakaian, handuk, selimut serta kain yg digunakan untuk bayi dlm keadaan bersih
 Pastikan timbangan, pipa pengukur, termometer, stetoskop & benda2 lainnya akan bersentuhan dg bayi dlm keadaan bersih (dekontaminasi setelah digunakan)

2. Asuhan bayi baru lahir 1-24 jam pertama kelahiran

Tujuan :
Mengetahui aktivitas bayi normal/tdk & identifikasi masalah kesehatan BBL yg memerlukan perhatian keluarga & penolong persalinan serta tindak lanjut petugas kesehatan

Pemantauan 2 jam pertama meliputi :
 Kemampuan menghisap (kuat/lemah)
 Bayi tampak aktif/lunglai
 Bayi kemerahan /biru

Sebelum penolong meninggalkan ibu, harus melakukan pemeriksaan & penilaian ada tdknya masalah kesehatan terutama pada :
 By kecil masa kehamilan/KB
 Gangguan pernafasan
 Hipotermia
 Infeksi
 Cacat bawaan/trauma lahir

Jika tidak ada masalah,
a. lanjutkan pengamatan pernafasan, warna & aktivitasnya
b. Pertahankan suhu tubuh bayi dg cara :
 hindari memandikan min. 6 jam/min suhu 36,5 C
 bungkus bayi dengan kain yg kering & hangat, kepala bayi harus tertutup

c. Lakukan pemeriksaan fisik
 gunakan tempat yg hangat & bersih
 cuci tangan sebelum & sesudah pemeriksaan, gunakan sarung tangan & bertindak lembut
 LIHAT, DENGAR, & RASAkan
 Rekam /catat hasil pengamatan
 jika ditemukan faktor risiko/masalah segera Cari bantuan lebih lanjut

d. Pemberian vitamin K
 untuk mencegah terjadinya perdarahan krn defisiensi vit. K
 Bayi cukup bulan/normal 1 mg/hari peroral selama 3 hari
 Bayi berisiko 0,5mg – 1mg perperenteral/ IM

e. Identifikasi BBL
 Peralatan identifikasi BBL harus selalu tersedia
 Alat yg digunakan; kebal air, tepi halus dan tidak melukai, tdk mudah sobek dan tdk mudah lepas
 Harus tercantum ; nama bayi (Ny) tgl lahir, nomor bayi, jenis kelamin, unit, nama lengkap ibu
 Di tiap tempat tidur harus diberi tanda dg mencantumkan nama, Tgl lahir, nomor identifikasi










Gb. Bayi dalam box bayi dengan identitas

f. Ajarkan pada orang tua cara merawat bayi, meliputi :
1). Pemberian nutrisi
 Berikan asi seserig keinginan bayi atau kebutuhan ibu (jika payudara ibu penuh)
 Frekuensi menyusui setiap 2-3 jam
 Pastikan bayi mendapat cukup colostrum selama 24 jam. Colostrum memberikan zat perlindungan terhadap infeksi dan membantu pengeluaran mekonium.
 Berikan ASI saja sampai umur 6 bulan
2). Mempertahankan kehangatan tubuh bayi
 Suhu ruangan setidaknya 18 - 21ºC
 Jika bayi kedinginan, harus didekap erat ke tubuh ibu
 Jangan menggunakan alat penghangat buatan di tempat tidur (misalnya botol berisi air panas)

3). Mencegah infeksi
 Cuci tangan sebelum memegang bayi dan setelah menggunakan toilet untuk BAK/BAB
 Jaga tali pusat bayi dalam keadaan bersih, selalu dan letakkan popok di bawah tali pusat. Jika tali pusat kotor cuci dengan air bersih dan sabun. Laporkan segera ke bidan jika timbul perdarahan, pembengkakan, keluar cairan, tampak merah atau bau busuk.
 Ibu menjaga kebersihan bayi dan dirinya terutama payudara dengan mandi setiap hari
 Muka, pantat, dan tali pusat dibersihkan dengan air bersih , hangat, dan sabun setiap hari.
 Jaga bayi dari orang-orang yang menderita infeksi dan pastikan setiap orang yang memegang bayi selalu cuci tangan terlebih dahulu

7. Ajarkan tanda-tanda bahaya bayi pada orang tua
 Pernafasan sulit/ > 60x/menit
 Suhu > 38 °C atau < 36,5 °C
 Warna kulit biru/pucat
 Hisapan lemah, mengantuk berlebihan, rewel, banyak muntah, tinja lembek, sering warna hijau tua, ada lendir darah
 Tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk
 Tidak berkemih dalam 3 hari, 24 jam
 Mengigil, tangis yg tidak biasa, rewel, lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang

8. Berikan immunisasi BCG, Polio dan Hepatis B




Daftar pustaka
1. Bennett dan Brown, 1999, Myles Texbook for midwives, thirteennth edition. Churchill Livingstone, Edinburgh
2. JHPIEGO.2003. Panduan pengajar asuhan kebidanan fisiologi bagi dosen diploma III kebidanan , Buku 5 asuhan bayibaru lahir,Pusdiknakes.Jakarta
3. Johnson dan Taylor. 2005. Buku ajar praktik kebidanan.cetaka I. EGC.Jakarta
4. Saifudin Abdul Bahri. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal neonatal.YBP_SP.Jakarta

ASKEP AMENORREA

AMENORRHOE
Definisi
Amenorrhoe ialah tidak adanya haid selama 3 bulan atau lebih. Amenorrhoe bukan suatu penyakit tetapi merupakan gejala.
Amenorrhoe primer kita pergunakan bila seorang wanita be¬lum pernah mendapat menstruasi dan tidak boleh didiagnosa sebelum pasien mencapai umur 18 tahun.
Amenorrhoe sekunder ialah hilangnya haid setelah menarche.
Amenorrhoe fisiologis dapat terjadi
- sebelum pubertas
- dalam kehamilan
- dalam masa laktasi : kalau tidak menyusukan haid datang ± 3 bulan post partum, kalau menyusui dalam 6 buIan postpartum.
- dalam menopause.
Etiologi
1. Dysfungsi hypothalamus:
- Idiopatis
- psikogen:
a) reaktif psikogen : kesedihan, pindah lingkungan, kehamilan palsu.
b) anorexia nervosa.
- dengan penambahan berat badan.
- kelainan organis : tumor, trauma, infeksi, proses-proses degeneratif.
2. Dysfungsi hypofise.
- insufisiensi : Sheehan.
- tumor : chromophob, acidophil (acromegali), basophil adenom (Cushing).
- Radang
- proses degeneratif : tbc.
3. Dysfungsi ovarium :
- Kelaninan kongenital : hypoplasia ovarii, syndrom Tur¬ner, hermaphroditismus.
- ovarium polykistik (Stein-Leventhal).
- tumor.
4. Perifer: tidak bereaksi.
- endometrium tidak bereaksi misalnya karener kuretase (Asherman syndrom) atau tbc.
5. Penyakit-penyakit lain :
- Penyakit kronis : tbc.
- Penyakit metaabolik : thyroid, pancreas, gl suprarenalis.
- Kelainan gizi
- Kelainan hepar dan ginjal

Amenorrhoe dan Galactorrhoe
Pada beberapa keadaan terdapat amenorrhoe yang disertai galctorrhoe. Keadaan tersebut didapatkan pada keadaan:
1. Syndrom Chiari-Prommel:
Terjadi setelah kehamilan dan merupakan amenorrhoe laktasi yang berkepanjangan. Diduga keadaan ini disebabkan oleh inhibisi dari hormon P.I.F. (prolactin inhibiting factor) dari hypofise.
2. Syndrom Forbes - Albright :
Disebabkan oleh adenoina chromophob.
3. Syndrom Ahoemada-del Costello :
Tak ada hubungan dengan kehamilan atau tumor hypofise. Diduga oleh karena obat-obatan seperti kontrasepsi dan phenotiazin.
Diagnosa
Terapi amenorrhoe sangat, tergantung pada etiologi.
Banyak pemeriksaan dapat membantu kita mencari etielogi amenorrhoe antaranya: smears (sex chromatin). pemeriksaan Rontgen (selia tursica). EEG, BMR dll.
Penatalaksanaan (Terapi)
Terapi diberikan menurut etiologi. Secara umum dapat disebut:
1. Hormon-hormon untuk merangsang ovulasi
Merangsang hyphotalamus, gonadotrophin sebagai substansi, mengadakan rebound phenomen dengan hormon progestin, oral pills.
2. Iradiasi dari ovarium
3. Thyroid: kalau ada hypofungsi gl. Thyreoidea
4. Kesehatan umum harus diperbaiki.
Amenorrhoe karena tbc tidak usah diobati
SUMBER :http://tiaraaskep.blogspot,com

PERUBAHAN PADA LANSIA

PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA
1. Perubahan Fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
a. Sistem pernafasan pada lansia.
1) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
2) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.
3) Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
4) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan normal 50m²), Ù menyebabkan terganggunya prose difusi.
5) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.
6) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
7) kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.
Sistem persyarafan.
1) Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
2) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
3) Mengecilnya syaraf panca indera.
4) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.
1) Penglihatan
a) Kornea lebih berbentuk skeris.
b) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar.
c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).
d) Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap.
e) Hilangnya daya akomodasi.
f) Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.
g) Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada skala.
2) Pendengaran.
a) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) :
Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 % terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
b) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
c) Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya kreatin.
3) Pengecap dan penghidu.
a) Menurunnya kemampuan pengecap.
b) Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan berkurang.
4) Peraba.
a) Kemunduran dalam merasakan sakit.
b) Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.
b. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut.
1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
2) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
Kurangnya efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur keduduk ( duduk ke berdiri ) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg ( mengakibatkan pusing mendadak ).
4) Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (normal ± 170/95 mmHg ).
c. Sistem genito urinaria.
1) Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria ( biasanya + 1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ; nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
2) Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin.
3) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
4) Atropi vulva.
5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali terhadap perubahan warna.
6) Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.

e. Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.
1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
3) Esofagus melebar.
4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
5) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
7) Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
f. Sistem muskuloskeletal.
1) Tulang kehilangan densikusnya Ù rapuh.
2) resiko terjadi fraktur.
3) kyphosis.
4) persendian besar & menjadi kaku.
5) pada wanita lansia > resiko fraktur.
6) Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
7) Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek ( tinggi badan berkurang ).
a. Gerakan volunter Ù gerakan berlawanan.
b. Gerakan reflektonik Ù Gerakan diluar kemauan sebagai reaksi terhadap rangsangan pada lobus.
c. Gerakan involunter Ù Gerakan diluar kemauan, tidak sebagai reaksi terhadap suatu perangsangan terhadap lobus
d. Gerakan sekutu Ù Gerakan otot lurik yang ikut bangkit untuk menjamin efektifitas dan ketangkasan otot volunter.
g. Perubahan sistem kulit & karingan ikat.
1). Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2). Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa
3). Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.
4). Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen.
5). Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan luka luka kurang baik.
6). Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
7). Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna rambut kelabu.
8). Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang menurun.
9). Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun.10). Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak rendahnya akitfitas otot.
11). Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual.
1) Perubahan sistem reprduksi.
a) selaput lendir vagina menurun/kering.
b) menciutnya ovarium dan uterus.
c) atropi payudara.
d) testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara berangsur berangsur.
e) dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi kesehatan baik.
2) Kegiatan sexual.
Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi. Setiap orang mempunyai kebutuhan sexual, disini kita bisa membedakan dalam tiga sisi : 1) fisik, Secara jasmani sikap sexual akan berfungsi secara biologis melalui organ kelamin yang berhubungan dengan proses reproduksi, 2) rohani, Secara rohani Ù tertuju pada orang lain sebagai manusia, dengan tujuan utama bukan untuk kebutuhan kepuasan sexualitas melalui pola pola yang baku seperti binatang dan 3) sosial, Secara sosial Ù kedekatan dengan suatu keadaan intim dengan orang lain yang merupakan suatu alat yang apling diharapkan dalammenjalani sexualitas.
Sexualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya, yaitu dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain mengetahui bahwa ia sangat berarti untuk anda. Juga sebagai pihak yang lebih tua tampa harus berhubungan badan, msih banyak cara lain unutk dapat bermesraan dengan pasangan anda. Pernyataan pernyataan lain yang menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil alih fungsi hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.
2. Perubahan-perubahan mental/ psikologis
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. kesehatan umum
c. Ttingkat pendidikan
d. Keturunan (herediter)
e. Lingkungan
f. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri dan perubahan konsep diri
Perubahan kepribadian yang drastis keadaan ini jarang terjadi lebih sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin oleh karena faktor lain seperti penyakit-penyakit.
Kenangan (memory) ada dua; 1) kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu, mencakup beberapa perubahan, 2) Kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk.
Intelegentia Quation; 1) tidakberubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, 2) berkurangnya penampilan,persepsi dan keterampilan psikomotorterjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktro waktu.
Pengaruh proses penuaan pada fungsi psikososial.
1. perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi, kemunduran orientasi, penglihatan, pendengaran mengakibatkan kurangnya percaya diri pada fungsi mereka.
2. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel sel otak.
3. Gangguan halusinasi.
4. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.
5. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri.
3. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegarsi dalam kehidupannya (Maslow,1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berpikir dan bertindak dalam sehari-hari. (Murray dan Zentner,1970)

ASKEP DIARE

Asuhan Keperawatan pada Klien “DIARE’

A.Definisi
Beberapa pengertian diare:
 Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 1999).
 Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari.
 Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997).

B. Penyebab
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
b. Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.

2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.






3. Faktor Makanan:
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.


4. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).

C.Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi: pengumpulan data, analisa data, dan penentuan masalah.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara: intervensi,observasi,psikal assessment.
Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
• Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
• Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung,tonus dan turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita,riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga.
Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
• Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK sedikit atau jarang.
• Pola nutrisi : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan berat badan pasien.
• Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

• Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
• Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
• Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,kesadran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.
• Pemeriksaan sistematik :
1. Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan menurun,anus kemera.
2. Perkusi : adanya distensi abdomen.
3. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
4. Auskultasi : terdengarnya bising usus.
• Pemeriksaan tinglkat tumbuh kembang.
Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.
• Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.

D.Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.
6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.





E.Intervensi
Diagnosa 1.
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan .
Devisit cairan dan elektrolit teratasi.
Kriteria hasil
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan
cairan seimbang.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital, Observasi tanda-tanda dehidrasi, Ukur infut dan output cairan (balance cairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.

Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.
Tujuan
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual,muntah tidak ada.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemerikasaan fisik abdomen (palpasi,perkusi,dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.









Diagnosa 3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil :
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada.
Intervensi :
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong perlahan sabun non alcohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi sesuai indikasi.

Diagnosa 4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Tujuan :
Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
Nyeri dapat berkurang / hiilang, ekspresi wajah tenang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdoment. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik sesuai indikasi.

Diagnosa 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil :
Keluarga klien mengeri dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
Intervensi :
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui penkes. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.

Diagnosa 6.
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.
Tujuan :
Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontrak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.


F.Evaluasi.
 Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
 Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
 Integritas kulit kembali normal.
 Rasa nyaman terpenuhi.
 Pengetahuan kelurga meningkat.